Sesuatu yang baru

“Cinta seperti sesuatu yang mengendap-endap di belakangmu. Suatu saat tiba-tiba kau baru sadar cinta telah datang menyergapmu tanpa peringatan.”-Winna Efendi
Yap! Aku seperti di tusuk dari belakang dengan ganasnya dan tanpa ampun.
Bukan, bukan aku, jangan, jangan salahkan aku! Aku tak bermaksud menjadikanmu tempat singgahku, tempat menaruh lelahku dan jika aku sudah bosan aku akan menginjakkan kakiku ke tempat lain. Bukan, aku bukan orang yang seperti itu. Sungguh.
Segalanya seperti sudah direncanakan. Seolah-olah alam ini bersekongkol memboikot hatiku, meminta berhenti berharap akan hadirmu.
Namun, lagi-lagi aku tak mau. Salahkah aku?
“Kita tidak akan pernah benar-benar berhenti mencintai seseorang. Kita hanya belajar untuk hidup tanpa mereka.” Lagi-lagi quote Winna Efendi muncul. Mengingatkan dan membuatku yakin bahwa sekeras-kerasnya aku menjauh, aku akan kembali ke tempat awalku. Aku tak bisa melupakan kita, dengan memori 4 tahun yang lalu. Kaset yang bernama kenangan selalu muncul, selalu hadir, selalu berjerit-jerit dan menari-nari di pikiranku. Aku tak tau harus berbuat apa. Hanya diam senjata andalanku.
Hingga suatu ketika, ada yang mengendap-endap dan dengan teganya menusukku dari belakang. Kamu, yang selalu ingin kupertahankan kini tergantikan.
Bukan, bukan aku, jangan, jangan salahkan aku! Sungguh bukan aku yang meminta segalanya terjadi.
“Karena cinta tidak ingin bertahan dalam hati dua orang yang tidak menginginkan hal yang sama. Karena jika salah satunya tidak memiliki ruang yang cukup untuk cinta, maka cinta itu akan beranjak pergi.” dan quote Winna Efendi yang ketiga mengingatkanku bahwa perjuangan seorang diri tak menghasilkan apapun kecuali duri. Duri yang bisa menghancurkan diri sendiri.
Sekali lagi, bukan, bukan aku, jangan, jangan salahkan aku! bukan aku yang ingin memberhentikanmu menjadi satu-satunya alasan yang membuat kakiku kelu, yang membuat jantungku ingin copot, yang membuat mulutku tertarik ke atas melengkungkan senyum, yang membuat pikiranku berpikir secara homogen.
Maafkan aku, terpaksa harus aku katakan walau sudah beratus-ratus kali aku pikirkan untuk mencari cara agar kalimat ini tak keluar, namun, nihil.
Maafkan, sungguh, dengan menyesal, kutemukan kamu yang baru, yang membuat kakiku kelu, jantungku copot, yang menjadi alasan tawaku. Maafkan. Maafkan. Maafkan aku.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Balik sama temen kelas 10 di kelas 12.

Semakin Hari, Semakin Kejam

This...